|
Lukisan-lukisan panjang yang berporos pada petualangan imajinatif seorang gadis dihadirkan Bunga Jeruk sebagai rekaman atas retrospeksi perjalanan hidup dan karirnya sekaligus untuk menantang dirinya sendiri: bahwa berkarya adalah petulangan tiada akhir baginya. Sekali lagi tampil kembali ke hadapan publik dalam pameran tunggal setelah sekian lama, Bunga enggan menampilkan bentuk karya yang lain daripada lukisan, sebab yang sejati untuknya, lukisan adalah medium yang paling nyaman dan intim untuk menuangkan ekspresinya.
Kembali pada gadis yang mendominasi sebagai subjek utama karya Bunga seperti karya yang sebelumnya; kita semacam diingatkan untuk selalu membaca karya Bunga dengan pikiran yang masih terbuka dan penuh keingintahuan, serta tanpa rasa takut ataupun malu untuk menerka dan mencoba, layaknya imajinasi tanpa batas milik kanak-kanak. Hal yang sangat kuat dipegang oleh Bunga dalam merekam dan memoles memorinya dalam kanvas meski telah menjadi seniman kawakan. Gadis-gadis ini, merujuk pada yang dikatakan oleh Hendro Wiyanto dalam pengantar pameran tunggal Bunga sebelumnya, adalah alter-ego Bunga tiap kali ia pergi ke dunia imajinasinya.[1]
Pada karya-karya baru ini, perhatian Bunga pada kelestarian lingkungan hidup dan perkembangan mutakhir dunia terlihat tak surut. Ia setia mengumbar empatinya pada tragedi kepunahan hewan, juga pada kegemilangan perkembangan peradaban yang semuanya terkait dengan peran-serta manusia atas alam dan teknologi.
Dua karya yang mengawali cerita tanpa akhir ini berjudul Dare to Fly dan HelloElon, di mana Bunga memperlihatkan dua gadis pada mandala luar angkasa. Pada panel Hello Elon, seorang gadis melayang hendak melintasi sebuah gurun berlatar belakang luar angkasa, dengan sebuat planet hijau keruh dengan titik-titik cahaya semacam rasi-rasi bintang di sisinya, serta sebuah kabin puncak dari pesawat luar angkasa. Di sini terbesit sebuah perayaan atas ide-ide mutakhir, kemungkinan kehidupan lain di luar planet bumi yang lebih luas serta akan datangnya kesempatan-kesempatan baru untuk manusia. Elon Musk, seorang penemu dan enterpreneur dari perusahaan SpaceX, memang akan meluncurkan sebuah paket perjalanan wisata privat ke luar angkasa pada tahun 2018 dengan wahana pesawat bernama Crew Dragon.[2]
Di panel satunya yang saya kira lebih mengarah pada metafora kehidupan, seorang gadis digambarkan sebagai sebuah siluet lubang hitam dalam api yang membara. Gadis yang membara ini dikelilingi, lebih tepatnya menjadi sebuah poros gravitasi atas tiga pesawat yang terbang menujunya, sebuah ledakan antariksa dan planet-planet berwarna-warni yang lebih mendekati emoticon di Whatsapp daripada bentuk planet: masing-masing menggambarkan ragam karakter dan petualangan yang mengelilinginya, serta bara semangat dan luapan emosi pada perjalanan waktu si gadis di ruang tanpa batas. Ruang ini saya pikirkan sebagai dunia imajinasi atas kehidupan Bunga Jeruk sebagai seniman.
Bunga memang sering menampilkan karya bertemakan relasi manusia dengan satwa, karena ia tergerak akan perlakuan buruk kepada satwa pada saat-saat itu. Namun yang menarik kali ini, ia tidak hanya menampilkan relasi manusia-satwa yang politis dan global; Bunga pun tak malu untuk menampilkan relasi dengan satwa di level yang paling personal dan domestik sekalipun. Lihatlah pada seri karya berjudul Mantan 1-5. Ia melukiskan ‘mantan’ hewan-hewan peliharaannya yaitu kucing, ayam, burung, ikan mas, dan anjing yang masing-masing berlatarkan warna pastel dalam bingkai kecil. Warna pastel membersitkan kehalusan dan kelembutan, memori lalu yang dikenang dengan manis. Satu-persatu bidang yang diperuntukkan khusus untuk si satwa domestik dengan pose santai, menjadi semacam profil anggota keluarga yang diambil di studio foto lalu hasilnya digantung pada dinding ruang keluarga. Dua di antaranya terlihat setengah badan saja profilnya, mengingatkan pada anak-anak yang selalu tidak siap untuk difoto, atau mereka yang usil, tak bisa diam. Betapa kedekatan ini memperlihatkan bagaimana Bunga mengenang piaraannya yang telah lalu tersebut seperti keluarganya intinya sendiri.
Di seri lainnya, Bunga menghadirkan relasi manusia-satwa yang lebih kompleks nan sureal. Empat panel lukisan menggambarkan jukstaposisi relasi manusia-satwa yang setiapnya dapat menjadi saling antagonis ataupun protagonis di suatu waktu. Dalam Swimming with The Shark, seekor hiu tengah berenang sembari membelok di dalam samudera, di belakangnya terlihat seorang gadis berenang menuju arahnya, dan di depannya terlihat sebuah roda pelampung yang mengalun mengikuti arus. Hiu tersebut tidak mempunyai sirip atas seperti pada umumnya, mengingatkan pada kasus perdagangan sirip hiu yang marak disebabkan atas klaim akan pengobatan dan gengsi kuliner. Hiu yang membelokkan arusnya menghindari perenang menjadi justifikasi sementara atas kekuasaan manusia pada kehidupan hiu di samudra saat ini, bertolak belakang dengan idealisme hiu yang sering ditempatkan sebagai tokoh predator laut pada sebagian besar film anak-anak. Di sisi lain, sang perenang justru berenang mendekati si Hiu, dengan baju renang berwarna cerah juga roda pelampung, mengesankan pada penjaga pantai semacam pada film Baywatch yang menjadi indikasi perlunya fungsi tersebut, sebuah penjagaan yang lebih ketat pada isu ini. Lihat juga relasi kuasa atas manusia dan satwa yang ironis yang bisa ditemukan pada panel lainnya berjudul Acrobat dan Wish Me Luck 3.
Satu panel berjudul You Will Never Walk Alone yang menjadi pamungkas dari alur pameran Bunga kali ini menggambarkan relasi yang mutual dan co-exist yang bisa berlangsung di antara manusia dan satwa; perjalanan bersama sepasang harimau, seekor burung dan gadis berambut sepunggung pada padang bersalju yang luas, seakan mereka senang menghabiskan waktu bersama, akan saling mengawasi dan mempunyai perjalanan bersama yang masih akan sangat panjang dan tak terduga.
Ruang-ruang kosong yang lebar pada karya-karya Bunga selalu mengesankan minimalisme, sengaja membiarkan penonton dapat berlama-lama menikmati kemolekan garis, warna dan karakter yang disuguhkannya, sembari menjadikannya jendela menuju ruang kontemplatif untuk memikirkan lebih jauh pesan-pesan sublim yang dihadirkan oleh Bunga Jeruk. Satu hal yang perlu pula dicatat ialah, Bunga Jeruk selalu menampilkan lukisan yang terkesan sangat pop, justru sebenarnya memperlihatkan ciri surreal. Relasi karakter yang janggal dan komposisi gambarnya yang seakan menghentikan sebuah cerita pada suatu waktu yang krusial memiliki dua pilihan atas sebuah situasi: pantas untuk dikenang atau pantas untuk segera dihentikan. Selamat mendalami memori dan imajinasi Bunga Jeruk yang dilukis dengan tekun nan teliti, garis demi garis, warna demi warna, lewat karyanya.
* Tulisan ini dibuat untuk menemani karya Bunga Jeruk dalam pameran "Never Ending Journey", pada pameran tunggal bersamaan "6 in 1" di Balebanjar Sangkring, Yogyakarta, 15 April 2017.
_ Sita Sarit
_ Sita Sarit
Catatan kaki:
[1] Hendro Wiyanto dalam katalog pameran “What I Really Love To Do is Trivial: Bunga Jeruk”, Surabaya: 2011
Suasana pembukaan pameran. Sumber gambar: sangkring.com. Foto: Titah AW.
|
Suasana pembukaan pameran. Sumber gambar: sangkring.com. Foto: Titah AW. |
Suasana pembukaan pameran. Sumber gambar: sangkring.com. Foto: Titah AW. |
Poster pameran solo berbarengan "6 in 1". Sumber gambar: Sangkring.com. |
Poster pameran solo Bunga Jeruk, "Never Ending Journey". Sumber gambar: Sangkring.com. |