Melihat Mitos, Sampah Budaya dan Andong


Huang Yen-Ying, Marc Philip van Kempen, dan Tromarama adalah seniman program residensi HotWave #4 yang tinggal dan bekerja selama tiga bulan dari bulan 1 April hingga 30 Juni 2012 di Rumah Seni Cemeti. Dalam residensi tiga seniman yang berlangsung lebih-kurang tiga bulan ini, Robbie, Marc dan Tromarama sama-sama merasakan perbedaan yang besar antara kultur kehidupan kota Yogyakarta dengan kota asal mereka yang ditinggali setiap harinya dan seolah-olah sepakat untuk mengangkat elemen-elemen yang ditemukan dalam keseharian warga, meskipun dari sudut pandang yang berbeda. 


Marc mengambil berbagai simbol visual dari budaya populer global dan lokal, seni, agama dan kehidupan sehari-hari warga dalam instalasinya. Robbie, dengan karyanya, menampilkan referensi lain dalam mengamati pencaharian warga. Sedangkan Tromarama mempertanyakan tentang mitos, yang masih kental terasa di kehidupan masyakarakat. Selain karya personal, Tromarama juga mengajak beberapa siswa dari SMKN II Sewon untuk membuat karya video stop motion berbasis ide dan musik sebagai proses interaksi sosial mereka secara nyata.

Febie, Herbert dan Ruddy sebagai kelompok seniman Tromarama, menampilkan karya yang mendiskusikan mengenai kelangsungan mitos di masyarakat. Pengalaman berpindah dari kota besar Jakarta ke Bandung, kemudian selama residensi tinggal di Yogyakarta, mendapati bahwa kelangsungan mitos, sebagai bagian dari tradisi oral, masih sangat terjaga di Jawa, meski kontennya kian berubah seiring berjalannya waktu. Pada residensi ini, Tromarama lantas menjadikan mitos sebagai studi kasus untuk mengobservasi para pelaku didalamnya, sebagai upaya untuk mencoba mengerti diri sendiri, si manusia si pelakon tersebut. 

Dengan tiga karyanya, Tromarama mengungkapkan bahwa mitos adalah salah satu bukti nyata bagaimana manusia melihat, berinteraksi dan mencoba memaknai realitas yang ada didepannya dalam bentuk yang cair. Seperti pada karya Unbelievable Beliefs berupa video stop motion berdurasi 2'57”, mereka menampilkan kain hijau yang terus-menerus melayang dan berubah bentuk, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain yang mudah dikenali berada di wilayah Yogyakarta.

Di dua karyanya yang lain, Tromarama kemudian menanyakan mengenai siklus keberlangsungan dan kepercayaan terhadap mitos itu sendiri pada masyarakat masa kini, yaitu pada karya Unconsciously Conscious berupa pahatan di lantai-roster pada teras depan rumah dengan tulisan “I Don't Know What I'm Doing And Why I Keep Doing It” serta pada karya objek berupa kincir air mini dengan dorongan pompa air sebagai tenaga mekanis pengaduk teh bertitel Unnecessary Necessary.

Selama residensi ini pula, Tromarama membuat sebuah workshop video stop-motion berbasis ide dan musik bersama beberapa siswa kelas Multi Media SMKN II Sewon. Didampingi guru mereka, Zulhiczar Arie dan Titien Agustina Yatie, para siswa tersebut membuat tiga video stop-motion yang mereka sutradarai dan produksi sendiri. Tiga karya ini merupakan respon yang berbeda dari para siswa terhadap musik eksperimental Untitled #8 milik Wukir Suryadi dan Yusuke Akai yang kemudian dikompilasikan sebagai karya bersama dengan tajuk Seesound.

Seniman lain di dalam residensi, Robbie atau Huang Yeng-Yin juga melakukan investigasi atas fenomena keseharian di Yogyakarta. Cerita atas kehidupan sehari-hari penduduk dibungkusnya dalam media video dokumenter singkat sebagai sebuah proses pencatatan, seperti yang dilakukannya dalam karya video yang menampilkan rekaman tentang nelayan lobster laut selatan, Mr. Lobster, yang berdurasi 5'09”. Namun berbeda dengan video dokumenter pada umumnya, selain menyampaikan hasil kajian etnografis, Robbie melakukan intervensi yang jenaka pada akhir video tersebut. Intervensi Robbie pada paparan budaya ini pada saat yang sama mencoba untuk membuyarkan sekaligus memancing persepsi penontonnya terhadap reportase tersebut.


Di videonya yang lain, Mr. Andong, yang berdurasi 3'45”, menggambarkan cerita pendek mengenai seorang kusir andong, kudanya, dan anak laki-laki yang berinteraksi dengan mereka. Karya yang disebutnya sebagai poetry-documentary ini juga menampilkan teks yang dibuat misterius akan siapa subyek yang bercerita tersebut, seperti membuat  penonton agar selalu cermat dalam memandang sebuah fenomena, bahkan kehidupan sehari-hari sekalipun, untuk mendapatkan suatu hal yang baru, baik sebagai seorang seniman atau sebagai warga biasa, yang mungkin berada di dalamnya.

Di sudut lain studio residensi, Marc yang juga tertarik dengan kehidupan warga Yogya, melihat akan hibriditas budaya yang berkembang dengan pesat dan saling tindih menindih. Selama tiga bulan periode residensinya, Marc membangun sebuah instalasi di sudut galeri dengan berbagai material yang ditemuinya baik di dalam maupun diluar galeri. Karya ini memperlihatkan berbagai susunan visual yang apabila dilihat dari satu perspektif akan menjadi sebuah keutuhan bidang.

Marc memulai dengan mengambil satu demi satu visual dari budaya populer global dan lokal, seni, agama dari kehidupan sehari-hari yang pada saat yang sama hidup berdampingan dan bertentangan satu sama lain sebagai dasar pijakannya menyusun instalasi.

Instalasi  yang berkembang setiap hari selama tiga bulan ini disajikan berwujud material utuh yang bersifat teraba, yang dapat dilihat dari setiap sudut dan detailnya, sehingga penonton bisa menyimpulkan berbagai tafsiran mereka akan karya secara bebas. Namun Marc juga membuat proses dokumentasi yang bertahap seiring dengan proses pembangunan instalasinya, dengan harapan pada proses yang lebih besar nantinya, yaitu transformasi karya menjadi karya fotografi, patung, dan cetak, yang kemudian dapat membuka ruang lebih luas lagi untuk interpretasi baru. 

___
Tromarama (dibentuk di Bandung, 2006) merupakan grup seniman yang beranggotakan Febie Babyrose (lahir di Jakarta 1985), Herbert Hans (lahir di Jakarta, 1984) dan Ruddy Hatumena (lahir di Bahrain, 1984). Sebagian besar karya dari seniman-seniman lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini merupakan video dan instalasi.

Huang Yen-Ying atau lebih sering dipanggil dengan nama Robbie (lahir di Pingdong, 1981) mempelajari media gabungan di National Taiwan University of Arts dan Plastic Art di Tainan National University of Art untuk studi masternya. Seniman yang tinggal dan bekerja di Taipei ini menggunakan beragam media dalam karyanya, seperti gambar, foto, patung dan video.

Marc Philip van Kempen (lahir di Belanda, 1979), mempelajari seni rupa di Gerrit Rietveld Academie dan media culture di University Amsterdam. Dalam karyanya, Marc menggabungkan elemen fotografi, patung, dan media baru dengan cara yang tidak biasa. Marc tinggal dan bekerja di Amsterdam dan Berlin.

*Tulisan adalah sebagian dari Rilis Pers Pameran Hotwave #4, dipublikasikan oleh Rumah Seni Cemeti, 23 Juni 2012

Sita Sarit • 2018-2019