|
Di tengah hutan bakau, pesisir Karimun Jawa |
Memang kami datang di Karimun Jawa saat cuaca tidak terlalu baik, musim hujan masih belum kelar betul, badai kadang menerjang laut utara jawa. Teman Muhammad bilang saat terbaik ke sana adalah bulan ke delapan dan sembilan, ketika sedang cerah-cerahnya dan debit air hujan masih normal. Namun hari kedua kedatangan kami di bulan April yang kami rencanakan untuk snorkling berjalan cukup lancar, meskipun di tengah laut kami sempat dikejar guyuran hujan dan awan kelabu yang berat. Tapi nahkoda dan kapal nelayan kayu yang membawa kami dan enam orang asing serta pengawal turnya cukup lihai untuk membuat kami bahagia hari itu. Kadang-kadang ombak besar membuat kami kesulitan berenang. Namun dua penyu kecil, dan ratusan ekor ikan warna-warni, beberapa ikan badut, dory dan ikan ekor kuning sudah membuat kami mensyukuri perjalanan di permukaan air dan beberapa pulau tak berpenghuni ini.
Hari ketiga kami di pulau Karimun kami habiskan dengan berkeliling pulau menggunakan sepeda motor sewaan di hotel. Saat itu bensin sedang sulit sekali didapat karena stok dari pulau Jawa sangat minim katanya. Kami cuma dibekali satu liter setengah untuk mengelilingi satu pulau. Akhirnya kami menyusuri jalan utama di wilayah barat pulau hingga mencapai hutan mangrove yang sangat rindang dan membuat saya terharu karena kesunyiannya. Tidak banyak wisatawan ke sini, yang ada hanya nyamuk, Akar pohon yang berkelindan di permukaan air dan serangga-serangga serta burung-burung cantik yang seringkali hanya terdengar suaranya. Menuju senja, kami duduk sambil makan mi rebus di tepi pantai Ujung Gelam lalu menyusuri batas laut hingga pantai Batu Topeng, menikmati gerimis dan hawa dingin tanpa matahari oranye seperti bayangan orang akan romantisme ujung hari.
Beberapa malam terakhir kami habiskan di Waru, sebuah guesthouse kecil pinggir pantai milik bukan orang lokal. Memang saat ini kami tidak begitu membantu perekonomian orang lokal, seperti saran teman suami yang mengadvokasi tentang wisata ramah lingkungan. Tapi hasrat berlibur saya membutuhkan pemandangan pantai ketika menikmati sarapan ala-ala instagram, jadi terpaksa saya mencari hotel di bibir pantai dari sebuah mesin pencari daring. Untungnya pilihan saya cukup tepat. Karena buat apa jauh-jauh ke pantai dan menginap dengan suasana perkampungan seperti di rumah? Mungkin lain kali saya harus lebih bersiap sebelumnya kalau piknik. Siapa tahu saya bisa tinggal di guest house milik warga lokal sembari menikmati debur ombak ketika sarapan.
|
Dalam hutan bakau binaan pemerintah untuk lahan penelitian dan trekking para wisatawan |
|
Di bawah gerimis, menikmati pantai Ujung Gelam |
|
Hotel Waru, tempat kami menginap tengah hingga akhir perjalanan di Karimun, sederhana namun menghadap pantai dengan sarapan lezat |
|
Muhammad bergurau dengan pembina tur snorkeling kami, Adam |
|
Sebelum, saat dan sesudah snorkeling, pemandangan laut yang bisa beragam |
|
Bersama Muhammad, melihat-lihat dunia lain bawah laut |
|
Di pinggir pulau tak berpenghuni Cemara Kecil, menatap silaunya terik matahari |
|
Muka bergaram, rambut gimbal ala anak pantai, kebahagiaan sederhana |